Simalungun adalah salah satu suku asli yang
mendiami Sumatera Utara, tepatnya di timur Danau Toba (Kab. Sialungun). Orang Karo menyebut mereka dengan
sebutan Timur, karena letak
mereka yang disebelah timur Tanah Karo. Di
dalam cakap (bahasa) Karo, “Simalungun disebut Simelungen” yang bermakna
“si sepi, si sunyi, yang dimana terdiri dari dua suku kata, yakni “si = si, yang; dan me-lungun = sepi atau sunyi”,
jadi simelungen
mengandung artian: “wilayah (daerah)
yang sepi”. Hal ini dikarenakan dulunya daerah Simalungun ini
masyarakatnya hidup berjauhan(tidak berkumpul) sehingga tampak sepi. Sedangkan,
orang Batak menyebutnya dengan
“Si Balungu”, ini berkaitan
dengan legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di wilayah itu.
I. Simalungun Proto
II. Simalungun Deutero
baca selengkapnya »»
Dalam tradisi asal-usulnya, suku bangsa Simalungun
diyakini berasal dari wilayah di India
Selatan dan India Timur
yang masuk ke nusantara sekitar abad ke-5 Masehi serta menetap di timur Danau
Toba (Kab. Simalungun sekarang), dan melahirkan marga Damanik yang merupakan marga asli Simalungun (cikal bakal
Simalungun Tua). Dikemudian hari datang marga-marga dari sekitar Simalungun
seperti: Saragih, Sinaga, dan Purba yang menyatu dengan Damanik menjadi empat
marga besar di Simalungun.
Sejarah asal-usul suku bangsa
Simalungun ini dapat dibagi menjadi dua, yakni :
I. Simalungun Proto
Simalungun Proto ( Simalungun Tua) diperkirakan
datang dari Nagore di India
Selatan dan Assam dari India
Timur, yang dimana diyakini mereka bermigrasi dari India ke Myanmar selanjutnya
ke Siam (Thailand) dan ke Malaka hingga akhirnya ke Sumatera Timur mendirikan
kerajaan Nagur (kerajaan
Simalungun kuno) dinasti Damanik (marga
asli Simalungun). Dalam kisah perjalanan panjang mengemban misi penaklukan wilayah-wilayah
sekitarnya, dikatakan mereka dipinpin oleh empat raja besar dari Siam dan India yang bergerak dari Sumatera Timur menuju Langkat dan Aceh, namun pada akhirnya mereka terdesak oleh suku asli
setempat (Aru/Haru/Karo) hingga ke daerah pinggiran Danau Toba dan Samosir.
II. Simalungun Deutero
Pada gelombang kedua ini, ditandai dengan masuknya marga Saragih, Sinaga , dan Purba,
dikatakan Simalungun asli mengalami invasi dari suku sekitar yang memiliki
pertalian dengan Simalungun Tua. Jika ditelisik dari tiga marga yang masuk itu,
maka berdasarkan aspek ruang dan waktu dapat kita indikasikan mereka datang
dari Utara Danau Toba ( Karo: Tarigan Purba dan Ginting Seragih yang kemudian
juga menjadi Saragih Munthe) dan dari Barat Danau Toba (Pakpak/Dairi: Sinaga).
Hal ini juga sangat berkaitan jika kita meninjau apa yang ada di tradisi merga
di utara Danau Toba seperti Ginting (Pustaka Ginting: terkhususnya Ginting
Munthe yang mendapat konfirmasi dari marga Saragih, Saragih Munthe di
Simalungun dan Dalimunte di Labuhan Batu) dan Tarigan (Legenda Danau Toba dan Si Raja Umang
Tarigan) yang dimana dalam tradisi dua merga ini menceritakan adanya migrasi
dari cabang(sub-)merga mereka ke wilayah Timur (Simalungun) dan sekitar Danau
Toba.
Dalam Pustaha
Parpandanan Na Bolag (kitab Simalungun kuno) dikisahkan Parpandanan Na Bolag (cikal bakal
daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya
bermula dari Jayu (pesisir
Selat Malaka) hingga ke Toba.
Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau. Namun, kini populasi Simalungun
sudah mengalami kemunduran akibat beralih identitas menjadi Melayu (masuk Islam
sama halnya dengan Karo) dan terdesak akibat derasnya arus migrasi suku-suku
disekitar Simalungun (khususnya Toba dan Karo) yang membuat suku bangsa
Simalungun itu kini hanya menjadi mayoritas di wilayah Simalungun atas saja.
Sumber : yasirmaster.blogspot.com